Sabtu, 19 Oktober 2013

Si Miskin Tidak Dilarang Sekolah...

Leave a Comment





KOMPAS.com — Pasal 31 Ayat (10) UUD 1945 menyatakan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan". Makna yang terkandung dalam bunyi pasal itu tidak mengecualikan siapa pun, termasuk mereka yang miskin. 

Istilah "Si Miskin Dilarang Sekolah" tentu tidak berlaku karena pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengucurkan bantuan dana pendidikan melalui Program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program BSM bahkan menjadi satu dari enam program prioritas Kemendikbud pada 2014 nanti. Adapun lima program prioritas lainnya ialah Pendidikan Menengah Universal (PMU), Kurikulum 2013, peningkatan kualitas guru, rehabilitasi sarana prasarana, dan afirmasi daerah 3T.

Program BSM adalah program nasional yang bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa miskin bersekolah dengan membantu mereka memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak, mencegah putus sekolah, dan menarik siswa miskin untuk bersekolah kembali. BSM juga ditujukan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran dan mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, bahkan hingga Pendidikan Menengah Universal (PMU). 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, tidak boleh ada alasan faktor ekonomi menjadi penghalang anak mendapatkan layanan pendidikan. 

"Karena itu, harus dipastikan semua anak dari keluarga miskin bisa bersekolah dan jangan sampai putus sekolah," tegasnya. 

Program BSM bersifat bantuan langsung kepada siswa, dan bukan merupakan beasiswa. BSM diberikan berdasarkan kondisi ekonomi siswa, dan bukan berdasarkan prestasi. Sementara beasiswa diberikan dengan mempertimbangkan prestasi siswa. Dana BSM diberikan kepada siswa mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kemendikbud maupun Kementerian Agama (Kemenag).  

Pascapengurangan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), besaran BSM naik sebesar 10 persen. SD dan MI dari Rp 350.000/siswa per tahun menjadi 450.000/siswa per tahun, sedangkan untuk SMP dan MTs dari Rp 560.000/siswa per tahun menjadi Rp 750.000/siswa per tahun. 

Sementara itu, besaran BSM untuk siswa SMA, SMK, dan MA tetap berjumlah Rp 1 juta/siswa per tahun. Khusus untuk perguruan tinggi, BSM diberikan dengan nama Bidikmisi (Beasiswa Pendidikan untuk Mahasiswa Miskin). Mahasiswa miskin yang mendapat Bidikmisi akan menerima bantuan pendidikan minimal sebesar Rp 600.000/mahasiswa per semester atau Rp 1,2 juta per tahun.

Siswa SD penerima BSM langsung dapat sekolah di SMP dan wajib mendapat BSM. Demikian juga setelah lulus SMP, mereka dapat melanjutkan ke SMA dan wajib menerima BSM. Jika prestasi akademiknya baik, siswa tersebut bahkan bisa mendapatkan beasiswa Bidikmisi di perguruan tinggi. 


Pendataan 

Berdasarkan data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7–12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13–15 tahun sebanyak 2,21 persen, atau 209.976 anak; dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak. 
  
Provinsi terbanyak siswa putus sekolah usia 7–12 tahun dan 13–15 tahun adalah Jawa Barat hingga masing-masing 32.423 anak dan 47.198 anak. Pada usia 16–18 tahun, distribusi putus sekolah terbanyak di Provinsi Jawa Timur mencapai 35.546 anak. 

Karena itu, diharapkan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota aktif mencari dan mendata anak putus sekolah. Anak-anak tersebut wajib dikembalikan ke sekolah. "Harus ada gerakan mencegah anak putus sekolah. Pemerintah ingin stop anak-anak putus sekolah karena alasan apa pun," ujar Mendikbud.

Dana BSM dapat dimanfaatkan siswa untuk membeli perlengkapan (misalnya buku pelajaran, alat tulis, sepatu, dan tas), biaya transportasi ke sekolah/madrasah, dan uang saku untuk sekolah. Dana BSM dapat dibatalkan jika siswa penerima BSM berhenti sekolah, menerima beasiswa dari instansi atau sumber lain, telah didakwa dan terbukti melakukan tindakan kriminal, dan tidak lagi masuk dalam kriteria siswa miskin. 

Sebagai program nasional untuk rakyat miskin, manajemen BSM dilakukan bekerja sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Anggota Pokja Pengendali Program Bantuan Sosial TNP2K Dyah Larasati mengatakan, BSM ditujukan kepada 16,6 juta anak usia sekolah. Lebih lanjut, ia mengatakan, untuk mendapatkan BSM, rumah tangga penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) cukup membawa KPS ke sekolah/madrasah tempat siswa terdaftar untuk dicalonkan sebagai penerima manfaat program BSM. 

Sementara itu, beberapa hasil dari evaluasi dan studi berlanjut terhadap pelaksanaan Program BSM, kelemahan terdapat di ketidaktepatan penetapan sasaran BSM. Hasil evaluasi itu menemukan banyaknya rumah tangga tidak miskin yang menerima BSM.  

Wakil Kepala Bidang SDM dan Administrasi Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Pande Made Kutanegara mengatakan, anggaran atau alokasi biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh masing-masing rumah tangga sesungguhnya cukup besar. Jika tidak ada upaya dari pemerintah, kelompok rumah tangga miskin akan semakin sulit untuk mengenyam pendidikan. 

"'Tidak hanya akses, persoalan pendidikan juga merupakan persoalan aset. Jika orang tidak mempunyai aset atau uang, dia tidak bisa bersekolah,'" tuturnya. 

Pande berharap, melalui skema KPS, rumah tangga miskin yang menerima KPS dan memiliki anak usia sekolah berhak untuk mendapatkan BSM.   

0 komentar:

Posting Komentar