Sabtu, 19 Oktober 2013

Mari, Memerdekakan Pendidikan Kita!

Leave a Comment

KOMPAS.com - Merdeka dapat berarti terbebas dari belenggu. Secara fisik, belenggu itu terlepas dari kaki, tangan, dan pundak, sehingga seseorang mudah bergerak kemana saja. 

http://assets.kompas.com/data/photo/2013/10/18/1113327IMG-0113780x390.JPG

Secara psikologis, jiwa yang merdeka adalah jiwa yang terbebas dari kekhawatiran, ketakutan, dan kesedihan. Juga dari kemalasan, iri dan dengki, serta kekikiran. Dalam pemikiran, kemerdekaan dicirikan oleh terbebasnya pendapat dari pendapatan. 

Pemikir merdeka selalu menyatakan sesuatu yang sesuai dengan hati nuraninya. Orang yang merdeka dan pro kemerdekaan senantiasa berupaya memerdekakan setiap hal yang membelanggu dirinya, lingkungannya, dan bangsanya. Ia tak betah melihat sebuah masalah berputar di situ-situ juga. Ia selalu mencari solusinya; bukan hanya gemar mempermasalahkan masalahnya.

Dunia pendidikan kita, harus diakui, seperti tak henti dari berbagai masalah yang membelenggunya. Dari masalah sarana prasarana, akses, hingga kualitas. Mulai pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi semua terbelenggu masalah. Padahal, sudah banyak terobosan telah dilakukan Kemdikbud untuk mengeluarkan pendidikan dari berbagai belenggu yang membelitnya dan sebelas di antaranya dipaparkan secara singkat di bawah ini;

Kesatu, hingga awal 2011 banyak berita mengenai bangunan SD dan SMP yang rusak berat, bahkan beberapa di antaranya ambruk. Untuk itu, Pemerintah melaksanakanlah Program Penuntasan Rehab Sekolah Rusak Berat mulai tahun 2011. 

Tak kurang dari 180.000 ruang kelas yang rusak berat telah direhabilitasi hingga 2012 lalu. Program ini terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

Kedua, penyaluran dana operasional sekolah (BOS) pendidikan dasar (SD dan SMP) sering terlambat. Karena itulah dikembangkan sistem penyaluran dana BOS yang langsung ke rekening sekolah dengan pemantauan secara on line. Dengan demikian sudah tidak terdengar lagi keluhan penyaluran yang terlambat. Disamping itu besaran biaya per unit cost (per siswa) BOS pun terus ditambah.

Ketiga, disamping dana BOS, untuk para siswa yang tidak mampu disediakan Bantuan Siswa Miskin (BSM). Dana ini diharapkan bisa mengurangi beban biaya personal siswa dari keluarga yang tidak mampu; di antaranya untuk membeli sepatu, baju seragam, tas dan kebutuhan pribadi siswa lainnya.

Keempat, hingga tahun 2012 angka partisipasi kasar (APK) SMA sederajat rata-rata nasional baru mencapai 70%, angka yang rendah dibandingkan APK SMP sederajat yang telah mencapi rata-rata nasional 97%. Jika ingin mencapai 97% juga dan tanpa terobosan maka baru terealisasi pada tahun 2040. 

Akan tetapi, dengan kebijakan Pendidikan Menengah Universal (PMU) yang dirintis pada tahun 2012 dan dijalankan penuh mulai tahun 2013 target 97% itu niscaya tercapai pada tahun 2020. Dalam PMU ini antara lain terdapat program pembangunan ruang kelas baru (RKB) sekolah SMA dan SMK serta pemberian dana BOS Sekolah Menengah (BOS SM).

Kelima, dikeluhkan banyak orang bahwa biaya di perguruan tinggi negeri (PTN) selalu naik setiap tahun. Bahkan biaya untuk program studi tertentu, terutama kedokteran, terkesan "gila-gilaan". Karena itulah, mulai tahun akademik 2013 ditempuh mekanisme uang kuliah tunggal (UKT) untuk para mahasiswa baru PTN. Hal ini bisa dilakukan berkat disediakannya biaya operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN). Jadi, BOS bukan hanya di tingkat SD, SMP, dan SMA, melainkan juga di level PTN. 

Keenam, tampaknya seloroh “orang miskin dilarang kuliah” yang sempat populer kini tak berlaku lagi. Kehadiran program Bidik Misi yang dimulai tahun 2010 telah mengantarkan lebih dari 100 ribu siswa dari keluarga miskin bisa kuliah dengan beragam program studi dalam bidang ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora. 

Ribuan dari mereka tersebar di 80-an PTN seluruh Indonesia. Selain biaya kuliahnya gratis, peserta Bidik Misi juga memperoleh uang saku setiap bulannya. Beberapa di antara mereka, termasuk yang kuliah di kedokteran, memperoleh IPK 4,0.

Ketujuh, untuk meningkatkan akses ke pendidikan tinggi, juga dilakukan terobosan dengan menegerikan sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di daerah-daerah terdepan Indonesia, mengembangkan akademi komunitas (AK) dan mendirikan PTN baru. Dari 17 PTS, sudah 12 PTS yang dinegerikan sejak tahun 2010 hingga 2013. 

Untuk AK, satu kabupaten/kota akan memiliki minimal satu AK. Sedangkan untuk PTN baru sedang dirintis pendirian dua institut teknologi (satu di Sumatera dan satu di Kalimantan) dan dua istitut seni dan budaya (satu di Kalimantan dan satu di Papua).

Kedelapan, di tengah jumlah guru yang berlimpah, daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal) justeru mengalami kekurangan tenaga pendidik. Umumnya para guru lebih suka mengajar di daerah perkotaan. Kerena itulah ditempuh kebijakan sarjana mengajar di daerah terluar, terdepan, tertinggal atau SM3T. 

Selain untuk menutupi kekurangan guru, program ini juga menjadi wahana pemerataan kualitas pendidikan di daerah 3T. Setiap tahun, sejak 2011, dikirim 3000-an sarjana pendidikan untuk mengajar di terluar, terdepan, tertinggal. Mereka adalah yang lolos ketahan-malangan dari ribuan calon peserta yang mengikuti seleksi tulis dan pelatihan.

Kesembilan, khusus untuk putera-puteri dari daerah yang belum mendapatkan layanan pendidikan secara optimal, seperti Papua, dilaksanakan afirmasi pendidikan. Dalam program ini, peserta afdik ada yang diterima di SMA/sederajat dan ada yang kuliah di PTN di luar Papua, utamanya sekolah dan PTN di Jawa.  

Kesepuluh, banyak pengamat yang menyatakan bahwa pembelajaran yang ada terlalu menekankan pada hafalan, kurang memberikan perhatian pada pendidikan karakter disamping banyak membebani administrasi pengajaran pada guru. Alhasil, pelajar dan alumni banyak yang terlibat dengan tindakan asosial. Dalam konteks inilah Kurikulum 2013 patut ditempatkan sebagai terobosan untuk memecahkan masalah pendidikan kita.   

Selain standar kompetensi lulusan (SKL) yang mengintegrasikan antara sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam setiap mata pelajaran, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan active learning dalam proses pembelajarannya. Ini dirancang untuk mendorong siswa agar mampu mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting) dan  membentuk jejaring (networking) sehingga terbentuk generasi yang kreatif, produktif dan afektif. 

Administrasi pengajaran pada guru pun jauh berkurang dalam Kurikulum 2013. Kreativitas guru tak lagi dilihat dalam membuat silabus tetapi justeru dalam proses pembelajaran yang aktif tersebut. Sementara buku pegangan guru dan siswa disediakan pemerintah, menambah merdeka siswa, orang tua dan guru dari beban pengadaan buku.

Kesebelas, banyak dikeluhkan akses terhadap sumber belajar terbatas. Ada kendala distribusi dan daya beli. Karena itu dilakukan terobosan penyediaan bahan ajar (buku) secara online melalui layanan rumah belajar, termasuk di dalamnya buku-buku yang digunakan dalam Kurikulum 2013 Sehingga mudah diakses kapan dan dimana saja. 

Kini, dengan banyaknya terobosan seperti itu, juga terobosan lain yang belum diuraikan di sini, kita harapkan dunia pendidikan akan semakin terbebas dari beragam masalah yang membelenggunya. Itu sangat penting demi masa depan Indonesia. Lebih penting lagi, kita seyogianya menjadi orang yang memerdekakan pendidikan: setiap ada masalah yang menggelayuti sistem pendidikan kita, sedapat mungkin kita berupaya mencari pemecahan masalahnya, bukan mempermasalahkan masalahnya.   

0 komentar:

Posting Komentar